;Presiden, Michael Jackson, Noordin M. Top, Mbah
Surip, dan Rendra.
Ada
tiga hal yang menjadi misteri bagi manusia; kematian; jodoh; dan rejeki.
Sungguh, ketiganya ialah keanehan dari metode cinta yang dimiliki tuhan. Betapa
tidak? Ia menjaga pohon akasia dari segala rahasia, menggugurkan lima dahan
pertama dari keseluruhan ayatnya, demi satu seruan; bacalah.
Bagi
kamu, yang pernah hidup di akhir tahun 2009-an. Sayang tak berbilang, kalau
saja tak mengenal nama sekelas Michael Jackson. Tanggal 25 Juni silam, ia
menghembuskan napas terakhir. Dunia seakan berduka, termasuk bagi seorang tokoh
nomor satu di Amerika. Barrack Obama. Terbukti, ketika Presiden eks anak
Menteng itu menggunakan sarung tangan pada saat berpidato di pagi duka. Merupakan
sebuah apresiasi yang membanggakan, mengingat sarung tangan merupakan aksesoris
si Raja Pop.
Nyatanya
duka, belumlah cukup di tanah Uncle Sam saja. Di belantika raya
Indonesia, juga meruak kabar duka kematian. Ada tiga momentum sejarah Indonesia
dalam seminggu di awal Agustus 2009, tiga tema besar bagi para peliput kabar.
Termasuk kantor-kantor media dan berita, yang hanya terkecuali bagi peluput
berita dan pelupa.
Dan
demi membangun kembali ingat kenangan kita yang sedikit mengkhawatirkan, mari
kita mengheningkan cipta sejenak. Melalui tema yang pertama, masih dengan kamu
yang pernah hidup di akhir tahun 2009-an. Sayang tak berbilang, kalau tak
mengenal nama sekelas Noordin M. Top. Salah seorang tokoh radikalisme agama,
juga seorang teroris abad kekinian. Menyusul pendahulunya, Dr. Azhari yang
sudah lebih dulu wafat di tahun 2005. Noordin M. Top, putera malaysia itu wafat
seusai Densus 88 menyergap tempat bertafakurnya di Temanggung pada tanggal 8
bulan 8.
Tema
kedua, masih dengan kamu yang hidup hingga akhir tahun 2009-an. Sayang tak
berbilang, kalau saja tak mengenal nama Urip Ariyanto. Tapi untuk yang
satu ini, saya menjadi ragu. Sebab mungkin, hampir semua orang belum tentu
mengenalnya. Mbah Surip, ialah pelantun lagu kondang Tak Gendong dengan potongan
rambut gimbalnya. Seniman bangun tidur lalu Tidur Lagi itu pun tidur
juga untuk selama-lamanya, tanggal 4 Agustus silam menutup usia.
Dan
tema ketiga, adalah tentang kecewa dan kecemburuan dari diri saya yang masih
penuh noda. Bagaimana tidak? Kematian seorang Ws. Rendra dalam berita pada
tanggal 6 Agustus, pemberitaan tak semenohok pada tokoh-tokoh sebelumnya. Tak
seperti kematian MJ yang teramat ramai, hingga Barrack Obama pun ikut menyesaki
pemakaman melalui pidatonya. Meskipun, saya tak terlalu gandrung dan
mengikutinya. Akan tetapi, tentang bagaimana euforia kematian dari dua tokoh
yang wafat di Indonesia.
Di
hadapan akal sehat dalam jumpa pers, Presiden SBY berpidato hanya untuk
wafatnya Mbah Surip tapi tidak untuk wafatnya Rendra. Belum lagi, tentang
Presiden yang hanya tanggap mengirim karangan bunga kepada Mbah surip, demi
citra serta popularitas di antara kerumunan para pelayat Mbah Surip. Ini adalah
kehancuran logika dan kebangkrutan parameter nilai budaya dari seorang presiden.
Tapi apakah karena Tak Gendong dan Tidur Lagi itu sudah sangat
dihafal oleh banyak khalayak? Sementara di antara iring-iringan ribuan orang
yang mengantar Mbah Surip menuju pemakaman Bengkel Teater Depok, tak ada
satupun wartawan menanyakan keberadaan Rendra, padahal Rendra saat itu tengah tak
berdaya, di tengah acara pemakaman Mbah Surip di rumah Rendra sendiri. Apakah
ribuan orang yang melayat Mbah Surip di Pemakaman Bengkel Teater itu tahu, di mana sang tuan rumah sekarang?
Benarkah
kita lebih menghargai budaya yang sensasional, trend terkini, sesuatu yang
lebih menarik kerumunan, sesuatu yang lebih pop ketimbang budaya yang merupakan
hasil representasi perjuangan? Kebingungan ini tak bermaksud untuk upaya
polarisasi, antara Mbah Surip dan Rendra. Sebab tentu visi mereka sama, hanya
cara mereka yang berbeda. Yakni kepedulian yang sama, mimpi yang sama, meskipun
gaya yang berbeda. Atau kebingungan ini bisa di hadapkan kepada massa pelayat
Mbah Surip, yang berjejal-desak ingin mencium tangan Manohara yang juga ikut ke
pemakaman.
Dan
duka kecewa serta kecemburuan diri saya
yang masih penuh noda selanjutnya, ialah pemberitaan media yang lebih banyak
menyelipi tentang pengepungan sebuah rumah di Temanggung. Bahkan ada dari salah
satu stasiun televisi swasta, yang dalam agenda awal hendak membahas Rendra
dari orang-orang terdekatnya. Sitoresmi dan Putu Wijaya. Dalam acara yang
rencananya berlangsung satu jam, ternyata
narasumber hanya sempat mengucapsepatah dua patah kata (dalam artian
yang sebenarnya). Sebab terpaksa dialihkan pada penyergapan teroris nomor wahid
Noordin M. Top, sebab pemberitaan mesti faktual maka perlu dipaksa pula untuk
aktual.
Michael
Jackson, Noordin M. Top, Mbah Surip, dan Rendra, telah pergi. Terlepas dari
segala bentuk ingat kenangan dan tendensi opini publik, yang juga terbentuk
atas upaya ideologi media melalui
pemberitaan-pemberitaan. Smash your television, and get satisfaction
in your books. Kemudian bacalah.
No comments:
Post a Comment