February 1, 2015

Kematian dan Budaya


;Presiden, Michael Jackson, Noordin M. Top, Mbah Surip, dan Rendra.

Ada tiga hal yang menjadi misteri bagi manusia; kematian; jodoh; dan rejeki. Sungguh, ketiganya ialah keanehan dari metode cinta yang dimiliki tuhan. Betapa tidak? Ia menjaga pohon akasia dari segala rahasia, menggugurkan lima dahan pertama dari keseluruhan ayatnya, demi satu seruan; bacalah.
Bagi kamu, yang pernah hidup di akhir tahun 2009-an. Sayang tak berbilang, kalau saja tak mengenal nama sekelas Michael Jackson. Tanggal 25 Juni silam, ia menghembuskan napas terakhir. Dunia seakan berduka, termasuk bagi seorang tokoh nomor satu di Amerika. Barrack Obama. Terbukti, ketika Presiden eks anak Menteng itu menggunakan sarung tangan pada saat berpidato di pagi duka. Merupakan sebuah apresiasi yang membanggakan, mengingat sarung tangan merupakan aksesoris si Raja Pop.
Nyatanya duka, belumlah cukup di tanah Uncle Sam saja. Di belantika raya Indonesia, juga meruak kabar duka kematian. Ada tiga momentum sejarah Indonesia dalam seminggu di awal Agustus 2009, tiga tema besar bagi para peliput kabar. Termasuk kantor-kantor media dan berita, yang hanya terkecuali bagi peluput berita dan pelupa.
Dan demi membangun kembali ingat kenangan kita yang sedikit mengkhawatirkan, mari kita mengheningkan cipta sejenak. Melalui tema yang pertama, masih dengan kamu yang pernah hidup di akhir tahun 2009-an. Sayang tak berbilang, kalau tak mengenal nama sekelas Noordin M. Top. Salah seorang tokoh radikalisme agama, juga seorang teroris abad kekinian. Menyusul pendahulunya, Dr. Azhari yang sudah lebih dulu wafat di tahun 2005. Noordin M. Top, putera malaysia itu wafat seusai Densus 88 menyergap tempat bertafakurnya di Temanggung pada tanggal 8 bulan 8.
Tema kedua, masih dengan kamu yang hidup hingga akhir tahun 2009-an. Sayang tak berbilang, kalau saja tak mengenal nama Urip Ariyanto. Tapi untuk yang satu ini, saya menjadi ragu. Sebab mungkin, hampir semua orang belum tentu mengenalnya. Mbah Surip, ialah pelantun lagu kondang Tak Gendong dengan potongan rambut gimbalnya. Seniman bangun tidur lalu Tidur Lagi itu pun tidur juga untuk selama-lamanya, tanggal 4 Agustus silam menutup usia.
Dan tema ketiga, adalah tentang kecewa dan kecemburuan dari diri saya yang masih penuh noda. Bagaimana tidak? Kematian seorang Ws. Rendra dalam berita pada tanggal 6 Agustus, pemberitaan tak semenohok pada tokoh-tokoh sebelumnya. Tak seperti kematian MJ yang teramat ramai, hingga Barrack Obama pun ikut menyesaki pemakaman melalui pidatonya. Meskipun, saya tak terlalu gandrung dan mengikutinya. Akan tetapi, tentang bagaimana euforia kematian dari dua tokoh yang wafat di Indonesia.
Di hadapan akal sehat dalam jumpa pers, Presiden SBY berpidato hanya untuk wafatnya Mbah Surip tapi tidak untuk wafatnya Rendra. Belum lagi, tentang Presiden yang hanya tanggap mengirim karangan bunga kepada Mbah surip, demi citra serta popularitas di antara kerumunan para pelayat Mbah Surip. Ini adalah kehancuran logika dan kebangkrutan parameter nilai budaya dari seorang presiden. Tapi apakah karena Tak Gendong dan Tidur Lagi itu sudah sangat dihafal oleh banyak khalayak? Sementara di antara iring-iringan ribuan orang yang mengantar Mbah Surip menuju pemakaman Bengkel Teater Depok, tak ada satupun wartawan menanyakan keberadaan Rendra, padahal Rendra saat itu tengah tak berdaya, di tengah acara pemakaman Mbah Surip di rumah Rendra sendiri. Apakah ribuan orang yang melayat Mbah Surip di Pemakaman Bengkel Teater itu tahu,  di mana sang tuan rumah sekarang?
Benarkah kita lebih menghargai budaya yang sensasional, trend terkini, sesuatu yang lebih menarik kerumunan, sesuatu yang lebih pop ketimbang budaya yang merupakan hasil representasi perjuangan? Kebingungan ini tak bermaksud untuk upaya polarisasi, antara Mbah Surip dan Rendra. Sebab tentu visi mereka sama, hanya cara mereka yang berbeda. Yakni kepedulian yang sama, mimpi yang sama, meskipun gaya yang berbeda. Atau kebingungan ini bisa di hadapkan kepada massa pelayat Mbah Surip, yang berjejal-desak ingin mencium tangan Manohara yang juga ikut ke pemakaman.
Dan duka kecewa serta kecemburuan  diri saya yang masih penuh noda selanjutnya, ialah pemberitaan media yang lebih banyak menyelipi tentang pengepungan sebuah rumah di Temanggung. Bahkan ada dari salah satu stasiun televisi swasta, yang dalam agenda awal hendak membahas Rendra dari orang-orang terdekatnya. Sitoresmi dan Putu Wijaya. Dalam acara yang rencananya berlangsung satu jam, ternyata  narasumber hanya sempat mengucapsepatah dua patah kata (dalam artian yang sebenarnya). Sebab terpaksa dialihkan pada penyergapan teroris nomor wahid Noordin M. Top, sebab pemberitaan mesti faktual maka perlu dipaksa pula untuk aktual.
 Michael Jackson, Noordin M. Top, Mbah Surip, dan Rendra, telah pergi. Terlepas dari segala bentuk ingat kenangan dan tendensi opini publik, yang juga terbentuk atas upaya ideologi media melalui  pemberitaan-pemberitaan. Smash your television, and get satisfaction in your books. Kemudian bacalah.

No comments:

Post a Comment